Pekanbaru -koran nasional| Polemik pemilihan Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kota Pekanbaru terus bergulir. Setelah sejumlah guru menyatakan penolakan terhadap hasil konferensi cabang yang menetapkan Miftahudin, M.Pd.I, sebagai ketua secara aklamasi, kini giliran Yayasan Jaga Riau Indonesia angkat bicara.
Ketua Umum Yayasan Jaga Riau, Alan Pane, menilai proses pemilihan tersebut cacat prosedur dan tidak mencerminkan asas demokrasi yang sehat. Ia dengan tegas menyebut bahwa “pemilihan yang lahir dari sistem yang tidak sah dan tidak halal akan menghasilkan pemimpin yang bobrok.”
Menurut Alan, sebuah organisasi profesi sebesar PGRI seharusnya menjadi contoh teladan bagi integritas dan transparansi, bukan malah terlibat dalam praktik yang menimbulkan kecurigaan publik. “Guru adalah ujung tombak peradaban bangsa. Bila organisasi yang menaungi mereka saja kehilangan moral dan etika dalam berdemokrasi, maka ini pertanda bahaya bagi masa depan pendidikan kita,” ujarnya dalam keterangan pers di Pekanbaru, Selasa (4/11).
Alan Pane juga menyoroti sejumlah kejanggalan yang mencuat dalam pemilihan tersebut, termasuk dugaan adanya penunjukan sepihak terhadap pemegang mandat suara dan tidak dilibatkannya seluruh pengurus PGRI cabang yang masa jabatannya masih aktif. Ia menyebut, tindakan itu bukan hanya melanggar mekanisme organisasi, tetapi juga menodai prinsip musyawarah yang menjadi ruh PGRI sejak awal berdiri.
“Mekanisme yang tidak sah tidak boleh dibiarkan menjadi preseden buruk. Kami meminta DPP PGRI dan Wali Kota Pekanbaru turun tangan segera untuk meninjau ulang hasil konferensi cabang dan membatalkan pemilihan yang cacat hukum tersebut,” tegasnya.
Selain mendesak pembatalan hasil pemilihan, Alan Pane juga menyoroti transparansi keuangan organisasi. Menurutnya, ada kejanggalan dalam pengelolaan iuran anggota PGRI Kota Pekanbaru yang selama ini dipotong langsung dari gaji guru. Ia meminta agar dilakukan audit terbuka terhadap dana tersebut untuk memastikan tidak ada penyelewengan.
“Sudah saatnya PGRI dibersihkan dari praktik elitis dan kepentingan kelompok. Guru harus kembali menjadi subjek utama, bukan sekadar objek politik organisasi. Jika nanti terbukti ada penyalahgunaan atau penyelewengan dana iuran guru, kami akan melaporkannya secara resmi kepada Aparat Penegak Hukum (APH). Ini bukan ancaman, tapi bentuk tanggung jawab moral kami untuk menjaga marwah organisasi guru,” tegas Alan Pane.
Desakan agar pemilihan diulang secara terbuka dan demokratis kini terus menguat, menandai babak baru dalam dinamika internal organisasi guru tertua di Tanah Air.
